#Berani-Percaya Diri-Rendah Hati#
Berawal dari kunjungan kami (FLP
Tegal) untuk meminta koreksi atas karya-karya yang hendak kami terbitkan.
Kemudian beliau memberikan bocoran bahwa sebentar lagi buku beliau akan
diterbitkan oleh salah satu penerbit terkenal. Buku itu terdiri dari novelet
dan kumpulan cerpen berjudul “Lolong, Lelaki Lansia” Berkisah mengenai sebuah
keluarga yang mengungsi akibat agresi militer Belanda I tahun 1947. Kemudian
mengangkat sebuah fakta sejarah yang tersembunyi dari sebuah desa di Pekalongan
bernama Lolong.
“Kalau Lelaki Lansia maksudnya
apa pak?”, tanya salah satu dari kami.
“Itu adalah kumpulan cerpen yang
saya tulis sewaktu saya sudah pensiun”, jawab beliau.
“Oo..”, serentak bibir kami
membulat.
“Semoga lekas terbit ya, pak”.
***
Beberapa waktu kemudian saat kami
bersilaturahim lagi untuk mengantar naskah kumpulan cerpen kami yang sudah
diterbitkan berjudul “Akulah Pencuri Itu”, tidak disangka beliau mengejutkan
kami dengan berita batalnya buku beliau terbit.
“Hmm, kok bisa seorang sastrawan karyanya ditolak penerbit?”,
gumamku.
“Alasannya apa pak, kok
ditolak?”, tanya salah satu dari kami.
“Katanya ceritanya kurang
menjual. Saat ini bukan trendnya
kisah sejarah”, jelas Pak Suci, begitu kami memanggilnya.
Kemudian obrolan berlanjut. Pak
Suci menanyakan cara kami bisa menerbitkan kumpulan cerpen “Akulah Pencuri Itu”.
Kami menjelaskan bahwa kami
menerbitkan secara indie. Artinya
kami harus punya modal sendiri untuk membiayai percetakan. Pasalnya, kumpulan
cerpen tidak menjadi prioritas penerbit saat itu, yang lebih diutamakan novel.
Kami meminjam uang di bank dulu kemudian angsurannya kami cicil setiap bulan
digotong sepuluh orang.
“Biayanya berapa?, tanya Pak
Suci.
“Waktu itu tujuh juta untuk 500
eksemplar”, jawab Ali Irfan, Ketua FLP Tegal.
“Oh.. saya mau seperti itu”,
tukas beliau. “Saya hanya ingin karya ini terbit, meskipun saya harus
mengeluarkan uang”.
Singkat cerita FLP Tegal membantu
beliau menerbitkan “Lolong, Lelaki Lansia”. Naskah hardcopy beliau pinjamkan kepada kami. Bisa dikatakan modal nekat,
dan niat tulus membantu sang Sastrawan yang kami daulat untuk menjadi Pembina
FLP Tegal. Hal ini juga merupakan wujud perjuangan kami sebagai generasi muda
yang tidak lagi membawa bambu runcing maupun bedil namun dengan tulisan.
Rapat segera diadakan. Konsep
penerbitan pun dicetuskan “Publishing for
Charity”, penerbitan untuk amal. Seribu eksemplar dicetak, 500 disumbangkan
ke sekolah-sekolah di kota Tegal dan sekitarnya, 500 dijual. Ilustrasi dibuat oleh salah satu
anggota FLP Tegal bernama Septi Ade. Redaksi proposal dibuat oleh Ali Irfan,
Ketua FLP Tegal. Endorsement dibuat oleh Eri Fitniati, Divisi HRD, desain
proposal dibuat oleh Endirah Eka Ningrum, Divisi Support, surat menyurat oleh
Yustia Hapsari, dan penyebaran proposal oleh Dwi Puspa, Sutono Adiwerna, Anis
Nurani dan Ragil Mustika Sari. Sedangkan penerbitan kami percayakan pada Afifah
Afra (Ketua FLP Jateng, sekaligus Direktur
PT. Indiva Media Kreasi). Berhubung Indiva bukanlah penerbit indie, maka diusulkan nama FLP Tegal
SelfPublishing sebagai penerbit buku “Lolong, Lelaki Lansia”. Estimasi dana
yang dikeluarkan 7,5 juta untuk 1000 eksemplar. Sebisa mungkin pak Suci jangan
mengeluarkan uang sepeserpun.
Waktu terus bergulir, penyebaran
proposal dilakukan. Namun, penggalangan dana ini kurang maksimal, tidak
berjalan mulus, semulus jalan yang baru diaspal. Kami membutuhkan waktu yang
lama akibat kesibukan kami masing-masing : bekerja, mengajar, kuliah. Ditambah
dengan adanya agenda FLP Tegal yang lain yakni BaKar SaTe (Bahas Karya Sambil
Telah) setiap sebulan sekali. Tiga bulan
lamanya proses penggalangan dana dilakukan, namun dana yang diperoleh masih
jauh dari yang dibutuhkan. Maka, akhirnya pak Suci pun meminjamkan uangnya
sebesar lima juta kepada FLP Tegal, kekurangannya diambil dari dana sponshor
dan donatur. Bismillah.. Akhir tahun
2011, buku “Lolong Lelaki Lansia” naik cetak. Awal 2012 buku telah sampai di
sekretariat. Adapun sponshor yang turut mensukseskan penerbitan ini antara lain
Cosmo GPS, Bank Syariah Mandiri, Percetakan Kejambon, La Tansa Muslim Outlet,
dan BMT BUM.
Rapat kembali diadakan untuk
membahas launching. Ditetapkan
tanggal 12 Februari 2012 sebagai waktu pelaksanaannya karena berdekatan dengan
ulang tahun FLP secara nasional yang jatuh pada tanggal 22 Februari dan agar
dilakukan sesegera mungkin sesuai dengan
permintaan Pak Suci.
Proses launching pun melibatkan Dinas Pendidikan Kota Tegal untuk
menyebarkan surat ke sekolah-sekolah, yang berisi undangan untuk menghadiri launching dan penawaran pembelian buku
tersebut. SN. Ratmana pun turun tangan untuk mendatangi sendiri Kepala Dinas
Pendidikan Kota Tegal yang kebetulan adalah mantan murid beliau. Surat Permohonan Audiensi pun dilayangkan
agar mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kota Tegal.
Tanggal 24 Januari 2012, kami
mendapat tanggapan dari Pemerintah Kota Tegal yang waktu itu diwakili oleh
Wakil Walikota Tegal, H. Habib Ali Zaenal, SE. Dalam audiensi bapak Wakil
mengundang perwakilan dari Dinas Pendidikan, Bagian Umum dan DPPKAD. Semua
diundang secara bertahap untuk menjelaskan seberapa besar pemerintah kota Tegal
bisa membantu launching buku setebal 234 halaman itu.
Secara garis besar pemerintah
kota Tegal sangat mendukung terbitnya karya warga Tegal, apalagi sekelas
sastrawan. Namun, panitia yakni FLP Tegal harus mempunyai dana talangan dahulu
untuk biaya launching karena menurut
Peraturan Mendagri yang baru bahwa untuk mendapatkan alokasi dana dari APBD
maka lembaga pemohon harus mengajukan satu tahun sebelumnya.
Dengan mengandalkan sisa
penggalangan dana penerbitan yang hanya satu juta sekian, kami optimis
melangkah. Meskipun dana yang ada tidak akan cukup untuk membayar snack, back drop, akomodasi pembicara dan
keperluan lain.
Beberapa teman pun didaulat untuk
menjadi pengisi acara seperti Teater Gemblong, Shinta ArDjahrie (FLP
Purwokerto) menjadi MC. Pak Suci menginginkan Prof. Abu Su’ud (Mantan Guru
Besar UNNES) menjadi pembedah buku beliau. Sedangkan FLP Tegal menunjuk Kurnia
Effendi (Cerpenis asal Slawi) untuk menjadi pembedah kedua atas usulan Shinta.
Pak Suci menginginkan adanya pembacaan salah satu penggalan cerpen atau novel.
Terpilihlah cerpen “Tasini” untuk dipentaskan oleh Teater Gembolng dan Bab IV
dari novel untuk dibacakan.
Tulisan-tulisan dan promo
penjualan sebelum peluncuran pun digencarkan. Road Show di beberapa radio di
kota dan kabupaten Tegal pun dilakukan, yakni : Sebayu FM, RCA FM dan Pertiwi
FM.
Detik-detik Launching “Lolong,
Lelaki Lansia” pun dimulai. Tampak peserta dari perwakilan sekolah berdatangan
di Pendopo “Ki Gedhe Sebayu” Kota Tegal. SN. Ratmana pun datang awal, disusul
Prof. Abu Suud dan Kurnia Effendi. Bazar buku pun disiapkan yakni “Lolong,
Lelaki Lansia” (FLP Tegal SelfPublishing), “Sediman Senja” (Gramedia), “Akulah
Pencuri Itu” (Indie Publishing) dan Who Wants to be A Briliant Writer (Gizone
Books).
Satu hal yang dapat kami petik
dari rangkain peristiwa penerbitan “Lolong, Lelaki Lansia” ini adalah bahwa ini
semua berkat sebuah keinginan kuat SN.Ratmana yang ingin menerbitkan sebuah
kisah sejarah demi bekal anak-cucu. Mestakung – “Semesta Mendukung”, begitu
kata Prof. Yohanes Surya.
Tahukah Anda? Ada sebuah rahasia
di balik ini semua. Keistiqomahan SN.Ratmana dalam menjalankan sholat tahajud. Hal
ini terkuak saat obrolan santai menunggu SKPD lain datang, audiensi 24 Januari
silam.
Habib Ali berkata,”Tempo lalu
pukul tiga dini hari saat saya hendak pergi ke luar kota saya melihat Pak Suci kalau
tidak salah, berjalan memakai baju koko, sarung dan kopiah. Akan kemana Bapak?”
“Saya memang sering jalan-jalan
dulu setelah sholat tahajud sambil menunggu adzan Subuh berkumandang”, jelas
Pak Suci dengan suaranya yang lirih.
Tegal, 19 Februari 2012
Yustia Hapsari, Sekretaris FLP
Tegal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar